Rabu, 14 Maret 2012

Poem "Erwin_Ahoy - is_Friends"

nightfantasy in my life!!

when his eyes closed about

recalls images flashed with you!

laughtersadhappyall unfold right!!


you're looking for attention in my life

not one that you can

tek warm hug ever revealed to you

you, mehim and his life goals are arguing


You will always be an evening to remember for your life

and you will remember also the opinion!

I am a friend in loneliness!

also proper friend of a complement.

Poem "Erwin_Ahoy - is_Friends"


nightfantasy in my life!!

when his eyes closed about

recalls images flashed with you!

laughtersadhappyall unfold right!!


you're looking for attention in my life

not one that you can

tek warm hug ever revealed to you

you, mehim and his life goals are arguing


You will always be an evening to remember for your life

and you will remember also the opinion!

I am a friend in loneliness!

also proper friend of a complement.

Puisi "Erwin_Ahoy - Adalah_Teman"

malam, hayal dalam hidupku!!!!!!!!

dikala mata hendak tertutup rapat

trlintas gambar kenang bersamamu!

tawa, sedih, senang! semua terungkap tepat!!!!!


kau cari perhatian dalam hidupku

tak satu pun yang kau dapat

peluk hangat tek pernah terungkap padamu

kau, aku, dia dan tujuan hidup saling berdebat


kau ingat akan selalu suatu senja akan hidupmu

dan kau ingat pula akan pendapat!!!!

aku teman dalam sepiMu!

juga teman yang melengkap tepat.

Selasa, 06 Maret 2012

Contoh makalah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa indonesia adalah pendidikan. sebab dengan pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu berpartisipasi dalam gerak pembangunan. Dengan pesatnya perkembangan dunia di era globalisasi ini,terutama di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, maka pendidikan nasional juga harus terus-menerus dikembangkan seirama dengan zaman. Pada umumnya sebuah sekolah dan pendidikan bertujuan pada bagaimana kehidupan manusia itu harus ditata, sesuai dengan nilai-nilai kewajaran dan keadaban (civility). Semua orang pasti mempunyai harapan dan cita-citabagaimana sebuah kehidupan yang baik. Karena itu pendidikan pada gilirannya berperan mempersiapkan setiap orang untuk berperilaku penuh keadaban(civility). Keadaban inilah yang secara praktis sangat dibutuhkan dalam setiapgerak dan perilaku.
Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat 1 bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia sera keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selama ini pendidikan di Indonesia masih menggunakan metode tradisional dan dikotomis (terjadi pemisahan) antara pendidikan yang berorientasi iman dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek). Pendidikan seperti ini tidak memadai lagi untuk merespon perkembangan masyarakat yang sangat dinamis. Metode pendidikan yang harus diterapkan sekarang adalah dengan mengembangkan pendidikan yang integralistik yang memadukan antara iman dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek).
Semakin melemahnya bangsa ini pasca krisis moneter yang kita alami telah membuat Indonesia berada di urutan bawah dalam hal kualitas paendidikannya. Minimnya sarana dan prasarana pendukung menyebabkan pengajaran tidak dapat dilakukan dengan optimal.





1.2. Rumusan masalah
Dalam permasalahan ini penulis lebih menekankan sejauh mana peran pendidik dalam upaya peningkatan kualitas pendidik dalam mutu pendidikan. Pertanyaan dari masalah yang menjadi analisa dalam penelitian diformulasikan dengan pertanyaan – pertanyaan di bawah ini:
1.      Apa pendidikan itu?
2.      Mengapa pendidikan itu dilakukan?
3. Bilamana pendidikan itu dilakukan?
4. Bagaimana pendidikan itu dilakukan?
5. Dimana pendidikan itu dikerjakan?
6. Kemana pendidikan itu diarahkan?
7. Siapa yang bertanggungjawab atas pendidikan?

1.3. Tujuan Penulisan
Penulis menyusun karya tulis ilmiah ini dengan tujuan :
1.      Untuk mengetahui seberapa besar tugas dan peran pokok seorang pendidik atau pengajar pada proses belajar-mengajar
2.      Mengupayakan agar tugas dan peran pokok seorang pendidik dalam PBM bisa dijalankan oleh setiap guru dengan baik yang pada akhirnya tujuan utama pendidikan bisa tercapai
3. Mengetahui unsure-unsur yang terkait dalam dunia pendidikan

1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah agar pendidik melaui pemahaman akan fungsi tugas dan perannya bisa meningkatkan kemampuan mendidik atau mengajar terhadap anak didiknya serta mampu mengembangkan potensi diri peserta didik, mengembangkan kreativitas dan mendorong adanya penemuan keilmuan dan teknologi yang inovatif, sehingga para siswa mampu bersaing dalam masyarakat global.








BAB II
PEMBAHASAN
  • Apa pendidikan itu?
2.1. Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan
Beberapa definisi mengenai pendidikan dapat dikemukakan di bawah ini : M.J. Langeveld (1995) :
12.1.1)      Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.
22.1.2)      Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila.
32.1.3)      Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.
Stella van Petten Henderson : Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. Kohnstamm dan Gunning (1995) : Pendidikan adalah pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati nurani.
John Dewey (1978) :
Aducation is all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya).
H.H Horne :
Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya.
Encyclopedia Americana (1978) :
  • Pendidikan merupakan sebarang proses yang dipakai individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun keterampilan-keterampilan.
  • Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Dari pelbagai definisi tersebut di atas dapat kita kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak belajar mengenali jatidirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki, melanjutkan-mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu.



2.2. Pengertian Pendidikan
Kehidupan suatu bangsa erat sekali kaitannya dengan tingkat pendidikan. Pendidikan bukan hanya sekedar mengawetkan budaya dan meneruskannya dari gnerasi ke generasi, akan tetapi juga diharapkan dapat mengubah dan mengembangkan pengetahuan.
Pendidikan bukan hanya menyampaikan keterampilan yang sudah dikenal, tetapi harus dapat meramalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang akan datang, dan sekaligus menemukan cara yang tepat dan cepat supaya dapat dikuasai oleh anak didik.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja secara sadar dan terencana untuk membantu meningkatkan perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai. Dilihat dari sudut perkembangan yang dialami oleh anak, maka usaha yang sengaja dan terencana tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang dialaminya dalam setiap periode perkembangan. Dengan kata lain, pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak.
Branata (1988) mengungkapkan bahwa Pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik langsung maupun secara tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan. Pendapat diatas seajalan dengan pendapat Purwanto (1987 :11) yang menyatakan bahwa Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
Kleis (1974) memberikan batasan umum bahwa :
pendidikan adalah pengalaman yang dengan pengalaman itu, seseorang atau kelompok orang dapat memahami seseuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami. Pengalaman itu terjadi karena ada interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam lingkungannya”.
Proses belajar akan menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif (penalaran, penafsiran, pemahaman, dan penerapan informasi), peningkatan kompetensi (keterampilan intelektual dan sosial), serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan dan perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan (stimuli).
Orang yakin dan percaya untuk menanggulangi kemiskinan, cara utama adalah dengan memperbesar jumlah penduduk yang bersekolah dan terdidik dengan baik. Dengan kata lain, pendidikan dipandang sebagai jalan menuju kemakmuran.
Manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak berdaya sama sekali. Dia sangat membutuhkan bantuan yang penuh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, terutama ibunya, supaya dia dapat hidup terus dengan sempurna, jasmani dan rohani. Orang tualah yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya. Dalam ilmu jiwa dikenal dengan istilah pertumbuhan dan perkembangan, yaitu supaya anak sempurna dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Pertumbuhan ialah perubahan-perubahan yang terjadi pada jasmani; bertambah besar dan tinggi. Perkembangan lebih luas dari pertunbuhan ialah perubahan-perubahan yang terjadi pada rohani dan jasmaniah. Dengan kata lain, perkembangan merupakan suatu rentetan perubahan yang sifatnya menyeluruh dalam interaksi anak dan lingkungannya.
Oleh karena itu Idris (1982:10) mengemukakan bahwa :
Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik yang secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memebrikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supaya dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Potensi disini ialah potensi fisik, emosi, sosial, sikap, moral, pengetahuan, dan keterampilan.”







2.3. Pengertian Pendidikan menurut Para Ahli
1. John Dewey.
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia
2. M.J. Longeveled
Pendidikan adalah usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
3. Thompson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
4. Frederick J. Mc Donald
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia.
5. H. Horne
Pendidikan adalah proses yang terus-menerus dari penyesuaian yang berkembang secara fisik dan mental yang sadar dan bebas kepada Tuhan.
6. J.J. Russeau
Pendidikan adalah pembekalan yang tidak ada pada pada saat anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada saat dewasa.
7. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
8. Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
9. Insan Kamil
Pendidikan adalah usaha sadar yang sistematis dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
10. Ivan Illc
Pendidikan adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
11. Edgar Dalle
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
12. Hartoto
Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis, dan terus-menerus dalam upaya memanusiakan manusia.
13. Ngalim Purwanto
Pendidikan adalah segala urusan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.
14. Driakara
Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia.
15. W.P. Napitulu
Pendidikan adalah kegiatan yang secara sadar, teratur, dan terencana dalam tujuan mengubah tingkah laku ke arah yang diinginkan.



2.4. Pengertian Pendidikan Menurut Undang-Undang dan GBHN
16. UU No. 2 tahun 1989
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
17. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
18. GBHN
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

  • Mengapa pendidikan itu dilakukan?

2.5. Tujuan Pendidikan
Telah kita ketahui bersama bahwa berhasil tidaknya suatu usaha atau kegiatan tergantung kepada jelas tidaknya tujuan yang hendak dicapai oleh orang atau lembaga yang melaksanakannya. Berdasarkan pada pernyataan ini, maka perlunya suatu tujuan dirumuskan sejelas-jelasnya dan barulah kemudian menyusun suatu program kegiatan yang objektif sehingga segala energi dan kemungkinan biaya yang berlimpah tidak akan terbuang sia-sia.
Apabila kita mau berbicara tentang pendidikan umumnya, maka kita harus menyadari bahwa segala proses pendidikan selalu diarahkan untuk dapat menyediakan atau menciptakan tenaga-tenaga terdidik bagi kepentingan bangsa, negara, dan tanah air. Apabila negara, bangsa dan tanah air kita membutuhkan tenaga-tenaga terdidik dalam berbagai macam bidang pembangunan, maka segenap proses pedidikan termasuk pula sistem pendidikannya harus ditujukan atau diarahkan pada kepentingan pembangunan masa sekarang dan masa-masa selanjutnya.
GBHN tahun 1999 mencantumkan tentang tujuan pendidikan nasional :
Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa
Selanjutnya tujuan pendidikan nasional tercantum dalan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang menyatakan:
Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Pernyataan-pernyataan diatas tampak jelas bahwa pendidikan harus mampu membentuk atau menciptakan tenaga-tenaga yang dapat mengikuti dan melibatkan diri dalam proses perkembangan, karena pembangunan merupakan proses perkembangan, yaitu suatu proses perubahan yang meningkat dan dinamis. Ini berarti bahwa membangun hanya dapat dilaksanakan oleh manusia-manusia yang berjiwa pembangunan, yaitu manusia yang dapat menunjang pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spriritual serta sosial budaya.
Sejarah pendidikan kita dapat menerapkan perkembangan pendidikan dan usaha-usaha perwujudannya sebagai suatu cita-cita bangsa dan negara, masyarakat atau masa dan memberikan ciri khas pelaksanaan pendidikannya.
Setiap tindakan pendidikan merupakan bagian dari suatu proses menuju kepada tujuan tertentu. Tujuan ini telah ditentukan oleh mssyarakat pada waktu dan tempat tertentu dengan latar belakang berbagai macam faktor seperti sejarah, tradisi, kebiasaan, sistem sosial, sistem ekonomi, politik dan kemauan bangsa.
Berdasarkan faktor-faktor ini UNESCO telah memberikan suatu deskripsi tentang tujuan pendidikan pada umumnya dan untuk Indonesia sendiri tujuan itu telah ditetapkan dalam ketetapan MPR.
Pertama, UNESCO menggaris bawahi tujuan pendidikan sebagai ”menuju Humanisme Ilmiah”. Pendidikan bertujuan menjadikan orang semakin menjunjung tinggi nilai-nilai luhur manusia. Keluhuran manusia haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Maka humanisme ilmiah menolak ide tentang manusia yang bersifat subjektif dan abstrak semata. Manusia harus dipandang sebagai mahluk konkrit yang hidup dalam ruang dan waktu dan harus diakui sebagai pribadi yang mempunyai martabat yang tidak boleh diobjekkan. Dalam kerangka ini maka tujuan sistem pendidikan adalah latihan dalam ilmu dan latihan dalam semangat ilmu.
Kedua, pendidikan harus mengarah kepada kreativitas. Artinya, pendidikan harus membuat orang menjadi kreatif. Pada dasarnya setiap individu memiliki potensi kreativitas dan potesi inilah yang ingin dijadikan aktual oleh pendidikan. Semangat kreatif, non konformist dan ingin tahu, menonjol dalam diri manusia muda. Mereka umumnya bersikap kritis terhadap nilai-nilai yang ada dan jika mereka menemukan bahwa nilai-nilai itu sudah ketinggalan jaman, maka mereka ingin merombaknya. Disini pendidikan berfungsi ganda, menyuburkan kreativitas, atau sebaliknya mematikan kreativitas.
Ketiga, tujuan pendidikan harus berorientasi kepada keterlibatan sosial. Pendidikan harus mempersiapkan orang untuk hidup berinteraksi dengan amsyarakat secara bertanggung jawab. Dia tidak hanya hidup dan menyesuaikan diri dengan struktur-struktur sosial itu. Disini seorang individu merealisir dimensi-dimensi sosialnya lewat proses belajar berpartisipasi secara aktif lewat keterlibatan secara meyeluruh dalam lingkungan sosialnya. Dalam kerangka sosialitas pada umumnya ini, suatu misi pendidikan ialah menolong manusia muda melihat orang lain bukan sebagai abstriaksi-abstraksi, melainkan sebagai mahluk konkrit dengan segala dimensi kehidupannya.
Keempat, tekanan terakhir yang digariskan UNESCO sebagai tujuan pendidikan adalah pembentukan manusia sempurna. Pendidikan bertugas untuk mengembangkan potensi-potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, yang tahu kadar kemampuannya, dan batas-batasnya, serta kerhormatan diri. Pembentukan manusia sempurna ini akan tercapai apabila dalam diri seseorang terjadi proses perpaduan yang harmonis dan integral antara dimensi-dimensi manusiawi seperti dimensi fisik, pada pokoknya pendidikan itu adalah humansisasi, karena itu mendidik berarti ”memanusiakan manusia muda dengan cara memimpin pertumbuhannya sampai dapat berdikari, bersikap sendiri, bertanggung jawab dan berbuat sendiri”. (Ibid, 1980)

  • Bilamana pendidikan itu dilakukan?
2.6. Pendidikan Anak Usia Dini
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa "warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus" (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa "setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya" (pasal 12, ayat 1b). Hal ini pasti merupakan berita yan gmenggembirakan bagi warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat kecerdasan yang istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya.

Banyak referensi menyebutkan bahwa di dunia ini sekitar 10 – 15% anak berbakat dalam pengertian memiliki kecerdasan atau kelebihan yang luar biasa jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kelebihan-kelebihan mereka bisa nampak dalam salah satu atau lebih tanda-tanda berikut:
  • Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ diatas 120.
  • Bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidang bahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.
  • Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.
  • Kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.
  • Prestasi-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari, lukis, dan lain-lain.
Pada zaman modern ini orang tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh sebab itu tidak mengherankan pula bahwa semakin banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat memasukkan anaknya ke sekolah sejak usia dini. Mereka sangat berharap agar anak-anak mereka "cepat menjadi pandai." Sementara itu banyak orang tua yang menjadi panik dan was-was jika melihat adanya gejala-gejala atau perilaku-perilaku anaknya yang berbeda dari anak seusianya. Misalnya saja ada anak berumur tiga tahun sudah dapat membaca lancar seperti layaknya anak usia tujuh tahun; atau ada anak yang baru berumur lima tahun tetapi cara berpikirnya seperti orang dewasa, dan lain-lain. Dapat terjadi bahwa gejala-gejala dan "perilaku aneh" dari anak itu merupakan tanda bahwa anak memiliki kemampuan istimewa. Maka dari itu kiranya perlu para guru dan orang tua bisa mendeteksi sejak dini tanda-tanda adanya kemampuan istimewa pada anak agar anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan isitimewa seperti itu dapat diberi pelayanan pendidikan yang memadai.

  • Dimana pendidikan itu dikerjakan?

2.7. Jalur Pendidikan
Tuntutan masyarakat akan kebutuhan pendidikan membuat pendidikan terus berkembang sejalan dengan pembangunan ansioanl. Pendidikan menjadi kunci kemajuan dan keberhasilan dari suatu pembangunan sebuah negara. Agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan maka di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan nasional No.20 tahun 2003 terdapat jalur pendidikan yang didalamnya terdapat pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal disebut pula sistem pendidikan sekolah. Pendidikan nonformal dan informal disebut pula sistem pendidikan luar sekolah.
Untuk lebih membedakan ketiga jenis satuan pendidikan diatas maka harus ada kriteria yang lebih umum untuk dapat membedakan ketiganya. Oleh karena itu Coombs (1973) membedakan pengertian pendidikan sebagai berikut
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dengan sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk didalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus”.
Walaupun masa sekolah bukan satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar, namun kita menyadari bahwa sekolah adalah tempat dan saat yang sangat strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina seseorang dalam menghadapi masa depannya.
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga asetiap orang memperoleh nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa
Walaupun demikian, pengaruhnya sangatlah besar dalam kehidupan seseorang, karena dalam kebanyakan masyarakat pendidikan informal berperan penting melalui keluarga, masyarakat, dan pengusaha. Pendidikan dalam keluarga adalah yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Seseorang kebanyakan berada dalam rumah tangga dibandingkan dengan tempat-tempat lainnya. Sampai umur tiga tahun seseorang akan selalu berada di rumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian seseorang, psikiater, kalau menemui suatu penyimpangan dalam kehidupan seseorang, akan mencari sebab-sebabnya pada masa kanak-kanak orang itu. Coombs dalam Sudjana (2001:22) :
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya”.
Bagi masyarakat Indonesia, yang masih banyak dipengaruhi proses belajar tradisional, pendidikan nonformal akan merupakan cara yang mudah sesuai dengan daya tangkap rakyat, dan mendorong rakyat menjadi belajar, sebab pemberian pendidikan tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan lingkungan dan kebutuhan para peserta didik.
Ketiga pengertian diatas dapat digunakan untuk membedakan karakteristik dari setiap jalur pendidikan. Namun, Axinn (1974) membuat penggolongan program-program kegiatan termasuk ke dalam pendidikan formal, nonformal dan informal dengan menggunakan kriteria ada atau tidak adanya kesengajaan dari kedua belah pihak yang berkomunikasi, yaitu pihak pendidika (sumber belajar atau fasilitator) dan pihak peserta didik (siswa atau warga belajar).
Kegiatan yang ditandai adanya kesengajaan dari kedua belah pihak yaitu pihak pendidik yang sengaja membelajarkan peserta didik, dan peserta didik yang senagja untuk belajar sesuatu dengan bimbingan, pembelajaran dan pelatihan dari pendidik, maka kegiatan tersebut digolongkan kedalam pendidikan formal atau penddiikan informal. Apabila kesengajaan itu hanya timbul dari pihak pendidik untuk membantu peserta didik guna memperoleh pengalaman, sedangkan pihak peserta didik tidak sengaja untuk belajar sesuatu dengan bantuan pendidik, maka kegiatan ini termasuk ke dalam pendidikan informal. Demikian pula apabila hanya pihak peserta didik yang bersengaja untuk belajar sesuatu dengan bimbingan seorang pendidik sedangkan pihak pendidik tidak sengaja untuk membantu peserta didik tersebut, maka kegiatan ini tergolong pula ke dalam pendidikan informal. Namun apabila suatu peristiwa belajar terjadi tanpa kesengajaan dari pihak pendidik dan pihak peserta didik maka kegiatan ini digolongkan pada pembelajaran secara kebetulan.
2.7.1. Konsep Pendidikan Luar Sekolah
2.7.1.1). Definisi Pendidikan Luar Sekolah
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 mencantumkan bahwa :
Sistem pendidikan nasional merupakan sistem terencana yang bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dalam mewujudkan masyarakat Pancasila”.
Untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional, telah dibentuk subsistem pendidikan sekolah dan subsistem pendidikan luar sekolah. Kedua sistem pendidikan tersebut memiliki kedudukan yang sama dalam sistem pendidikan nasional.
Pendidikan Luar Sekolah merupakan salah satu dari sistem pendidikan nasional. Ruang lingkupnya sangat luas dan kompleks. Agar lebih memudahkan dan memahami pengertian mengenai Pendidikan Luar Sekolah, berikut ini adalah definisi yang diebrikan oleh salah satu ahli Pendidikan Luar Sekolah, yaitu Sudjana (1991:7), memberikan batasan mengenai Pendidikan Luar Sekolah sebagai berikut :
Setiap usaha pendidikan dalam arti luas yang padanya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, diselenggarakan di luar sekolah sehingga seseorang atau sekelompok orang memperoleh informasi tentang pengetahuan, latihan dan bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang memungkinkan baginya untuk menjadi peserta yang lebih efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaannya, lingkungan masyarakat dan bahkan lingkungan negara.
Sedangkan Napitupulu (1981) dalam Sudjana (2001:49) memberi batasan bahwa :
Pendidikan luar sekolah adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan di luar sistem sekolah, berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia (sikap, tindak dan karya) sehingga dapat terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar-mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya.”
Selanjutnya dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No.73 tentang Pendidikan Luar Sekolah, dikemukakan bahwa “Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik dilembagakan atau tidak”. Selanjutnya Coombs dalam Sudjana (2001:22), mengemukakan pengertian Pendidikan Luar Sekolah sebagai berikut :
Pendidikan Non Formal ialah setiap kegiatan terorganisir dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya”.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan Pendidikan Luar Sekolah dilakukan secara terprogram, terencana, dilakukan secara mandiri ataupun merupakan bagian pendidikan yang lebih luas untuk melayani peserta didik dengan tujuan mengembangkan kemampuan-kemampuan seoptimal mungkin serta untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
Fungsi Pendidikan Luar Sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan nilai-nilai rohani dan jasmaniah peserta didik (warga belajar) atas dasar potensi-potensi yang dimiliki oleh mereka sehingga terwujud insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki semangat juang, loyal, serta mencintai tanah air, masyarakat, bangsa dan negara.
b. Untuk mengembangkan cipta, rasa dan karsa peserta didik agar mereka mampu memahami lingkungan, bertindak kreatif dan dapat mengaktualisasikan diri.
c. Untuk membantu peserta didik dalam membentuk dan menafsirkan pengalaman mereka, mengembangkan kerjasama, dan pastisipasi aktif mereka dalam memenuhi kebutuhan bersama dan kebutuhan masyarakat.
d. Untuk mengembangkan cara berfikir dan bertindak kritis terhadap dan di dalam lingkungannya, serta untuk memiliki kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, walaupun dalam bentuknya yang paling sederhana, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi penghidupan dan kehidupan dirinya dan masyarakat.
e. Untuk mengembangkan sikap moral, tanggung jawab sosial, pelestarian nilai-nilai budaya, serta keterlibatan diri peserta didik dalam perubahan masyarakat dengan berorientasi ke masa depan.
2.7.1.2). Ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan Luar Sekolah sebagai subsistem nilai dari Pendidikan Nasional mempunyai nilai yang berbeda dengan pendidikan sekolah. Menurut model Paulston dalam Sudjana (2001:30-33) mencantumkan ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Berikut :
a. Dari segi tujuan :
1). Jangka pendek dan khusus, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang berfungsi bagi kehidupan masa kini dan masa depan.
2). Kurang menekankan pentingnya ijazah, hasil belajar, berijazah atau tidak, dapat diterapkan langsung dalam kehidupan di lingkungan pekerjaan atau di masyarakat.
3). Ganjaran diperoleh selama proses dan akhir program, dalam bentuk benda yang diproduksi, pendapatan, keterampilan.
b. Dari segi waktu
1) Relatif singkat, jarang lebih dari satu tahun, pada umumnya kurang dari setahun, lamanya tergantung pada kebutuhan belajar peserta didik, persyaratan untuk mengikuti program ialah kebutuhan, minat, dan kesempatan waktu para peserta.
2) Menekankan masa sekarang dan masa depan. Memusatkan layanan untuk memenuhi kebutuhan terasa peserta didik guna meningkatkan kemampuan sosial ekonominya dalam waktu bebas. Menggunakan waktu tidak penuh dan tidak terus menerus, waktu ditetapkan dengan berbagai cara sesuai dengan kesempatan peserta didik, serta memungkinkan untuk melakukan kegiatan belajar sambil bekerja atau berusaha.
c. Dari segi isi program
1) Kurikulum berpusat pada kepentingan peserta didik, kurikulum bermacam ragam atas dasar perbedaan kebutuhan belajar peserta didik.
2) Mengutamakan aplikasi, kurikulum lebih menekankan keterampilan yang bernilai guna bagi kehidupan peserta didik dan lingkungan.
3) Persyaratan masuk ditetapkan bersama peserta didik, karena program diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan untuk mengembangkan kemampuan potensial peserta didik maka kualifikasi pendidikan formal dan kemampuan baca tulis sering menjadi persyaratan umum.
d. Dari segi proses belajar mengajar
1) Dipusatkan di lingkungan masyarakat dan lembaga, kegiatan belajar dilakukan di berbagai lingkungan (masyarakat, tempat bekerja) atau disatuan pendidikan luar sekolah (sanggar kegiatan belajar) pusat pelatihan dan sebagainya.
2) Berkaitan dengan kehidupan peserta didik dan masyarakat, pada waktu mengikuti program, peserta berada dalam dunia kehidupan dan pekerjaannya, lingkungan dihubungkan secara fungsional dengan kegiatan belajar.
3) Struktur program yang fleksibel, program belajar yang bermacam ragam dalam jenis dan urutannya. Pengembangan kegiatan dapat dilakukan sewaktu program sedang berjalan.
4) Berpusat pada peserta didik, kegiatan belajar dapat menggunakan sumber belajar dari berbagai keahlian dan juru didik. Peserta didik menjadi sumber belajar, lebih menitikberatkan kegi`tan membelajarkan peserta didik dari pada mengajar.
5) Peghematan sumber-sumber yang tersedia, memanfaatkan tenaga dan sarana yang terdapat di masyarakat dan lingkungan kerja untuk menghemat biaya.
e. Dari segi pengendalian program
1) Dilakukan oleh pelaksana program dan peserta didik, pengendalian tidak terpusat, koordinasi dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait, otonomi terdapat pada tingkat program dan daerah dan menekankan pada inisiatif dan partisipasi di tingkat daerah.
2) Pendekatan demokratis, hubungan antara pendidik dan peserta didik bercorak hubungan sejajar atas dasar kefungsian. Pembinaan program dilakukan secara demoktratis antara pendidika, peserta didik dan pihak lain yang berpartisipasi.


2.7.1.3). Tujuan Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan luar sekolah pada prinsipnya memiliki tujuan untuk mengembangkan Ssumber daya manusia dalam kualitas dan potensi dirinya melalui pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat, hal ini sebagaimana dikemukakan Seameo dalam Sudjana (2001:47) sebagai berikut :
“Tujuan pendidikan luar sekolah adalah untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai-nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan serta secara efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakat, dan bahkan negaranya”.
Dengan demikian pendidikan luar sekolah tidak hanya membekali warga belajarnya dengan sejumlah kemampuan (pengetahuan, sikap, dan lain-lain) melainkan juga mempersiapkan warga belajarnya untuk menjadi sumber daya manusia yang mampu mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya di tengah masyarakat.
Namun demikian PLS juga mengutamakan pelayanan kebutuhan individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan pengembangan pribadi mereka melalui proses pendidikan sepanjang hayat.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1991 bahwa pendidikan luar sekolah bertujuan :
a. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayat guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.
b. Memenuhi warga belajar agar memiliki pengetahuan dan keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi,
c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.

Fungsi dan Karakteristik Perencanaan Pendidikan Non Formal
Perencanaan pendidikan non formal merupakan kegiatan yang berkaitan dengan Pertama, uapaya sistematis yang menggambarkan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia atau sumber-sumber yang dapat disediakan. Sumber itu meliputi sumber daya manusia dan sumber daya non manusia. Sumber daya manusia mencangkup pamong belajar, fasilitator, tutor, warga belajar, pimpinan lembaga, dan masyarakat. Sumber daya non manusia meliputi fasilitas, alat-alat waktu, biaya, alam hayati, dan anatu non hayati, sumber daya buatan, dan lingkungan sosial budaya. Kedua, perencanaan merupakan kegiatan untuk mengerahkan atau menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efisien adn efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan perencanaan diharapkan dapat dihindari pentimpangan sekecil mungkin dalam penggunaan sumber-sumber tersebut.
Sesuai dengan pengertian diatas, maka Sudjana (2004:59) mengemukakan bahwa perencanaan pendidikan non formal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Perencanaan merupakan model pengambilan keputusan secara rasional dalam memilih dan menetapkan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan.
2. Perencanaan berorientasi pada perubahan dari keadaan masa sekarang kepada suatu keadaan yang diinginkan dimasa datang sebagaimana dirumuskan dalam tujuan yang akan dicapai.
3. perencanaan melibatkan orang-orang ke dalam suatu proses untuk menentukan dan menemukan masa depan yang dinginkan.
4. perencanaan memberi arah mengenai bagaimana dan kapan tindakan akan diambil serta siapa pihak yang terlibat dalam tindakan atau kegiatan itu.
5. perencanaan melibatkan perkiraan tentang semua kegiatan yang akan dilalui atau akan dilaksanakan. Perkiraan itu meliputi kebutuhan, kemungkinan-kemungkinan keberhasilan, sumber-sumber yang digunakan, faktor-faktor pendukung dan penghambat, serta kemungkinan resiko dari suatu tindakan yang akan dilakukan.
6. perencanaan berhubungan dengan penentuan prioritas dan urutan tindakan yang akan dilakukan. Prioritas ditetapkan berdasarkan urgensi atau kepentingannya, relevansi dengan kebutuhan, tujuan yang akan dicapai, sumber-sumber yang tersedia, dan hambatan yang mungkin dihadapi.
7. perencanaan sebagai titik awal untuk dan arahan terhadap kegiatan pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, penilaian, dan pengembangan.
Secara lebih rinci, Sudjana (1993:42-43) mengemukakan pula bahwa perencanaan memiliki karakteristik sebagai berikut :
(1) Merupakan model pengambilan keputusan secara rasional dalam memilih dan menetapkan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan, (2) Berorientasi pada perubahan dari keadaan masa sekarang kepada suatu keadaan yang diinginkan pada masa depan, (3) Perencanaan melibatkan orang-orang kedalam suatu proses untuk menentukan dan menemukan masa depan yang diinginkan, (4) Memberi arah tentang bagaimana dan kapan tindakan itu, (5) Melibatkan perkiraan tentang semua kegiatan yang dilalui, (6) Berhubungan dengan penentuan prioritas dan urutan tindakan yang akan dilakukan”.



Pendidikan Kesetaraan Sebagai Salah Satu Program Pendidikan Luar Sekolah
Berdasarkan Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional pasal 26 ayat (3), dan penjelasannya bahwa pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencangkup Program Paket A, Paket B, dan Paket C.
Pendidikan Kesetaraan meliputi Program Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA ditujukan bagi peserta didik yang berasal dari masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah, putus sekolah dan putus lanjut, serta usia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kecakapan hidup, dan warga masyarakat lain yang memerlukan layanan khusus dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai dampak dari perubahan peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Definisi mengenai setara adalah sepadan dalam civil effect, ukuran, pengaruh, dan kedudukan. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 26 ayat (6) bahwa hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pengertian mengenai pendidikan kesetaraan adalah jalur pendidikan nonformal dengan standar kompetensi lulusan yang sama dengan sekolah formal, tetapi konten, konteks, metodologi, dan pendekatan untuk mencapai standar kompetensi lulusan tersebut lebih memberikan konsep-konsep terapan, tematik, induktif, yang terkait dengan permasalahan lingkungan dan melatih kecakapan hidup berorientasi kerja atau berusaha sendiri.
Standar kompetensi lulusan pendidikan kesetaraan diberi catatan khusus. Catatan khusus meliputi: (i) pemilikan katerampilan dasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (untuk Paket A); (ii) pemilikan keterampilan untuk memenuhi tuntutan dunia kerja (untuk Paket B); (iii) pemilikan keterampilan berwirausaha (untuk Paket C). Perbedaan ini disebabkan oleh kekhasan karakteristik peserta didik yang karena berbagai hal tidak mengikuti jalur formal karena memerlukan substansi praktikal yang relevan dengan kehidupan nyata.
Reformasi kurikulum pendidikan kesetaraan diarahkan untuk mewujudkan insan Indonesia cerdas komprehensif dan kompetitif bagi semua peserta didik pendidikan kesetaraan yang selama ini cenderung termarjinalkan. Semua pihak perlu memperoleh kesempatan untuk dapat mengembangkan kecerdasan spiritual, emosional dan sosial, intelektual, dan kinestetik.
Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan yang lebih induktif, konstruktif, serta belajar mandiri melalui penekanan pada pengenalan permasalahan lingkungan serta pencarian solusi dengan pendekatan antar-keilmuan yang tidak tersekat-sekat sehingga lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Sistem pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar memiliki kekuatan tersendiri, untuk mengembangkan kecakapan komprehensif dan kompetitif yang berguna dalam peningkatan kemampuan belajar sepanjang hayat. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan yang lebih induktif dan konstruktif.
Proses pembelajaran pendidikan kesetaraan lebih menitik beratkan pada pengenalan permasalahan lingkungan serta cara berfikir untuk memecahkannya melalui pendekatan antar-disiplin ilmu yang relevan dengan permasalahan yang sedang dipecahkan. Dengan demikian, penilaian dalam pendidikan kesetaraan dilakukan dengan lebih mengutamakan uji kompetensi.
Program Pendidikan kesetaraan merupakan solusi bagi :
1. Masyarakat yang tidak mengikuti atau tidak menyelesaikan pendidikan formal karena banyak alasan
2. Kelompok masyarakat yang membentuk komunitas belajar sendiri dengan Flexyibel Learning.
3. Kelompok masyarakat yang menentukan pendidikan kesetaraan atas pilihan sendiri
4. Merupakan layanan khusus bagi mereka yang putus sekolah, etnis minoritas, suku terasing, anak jalanan, korban penyalahgunaan Napza, anak-anak yang kurang mampu, anak Lapas atau Anak yang bermasalah dengan sosial/hukum, dan peserta didik dewasa.
Pendidikan kesetaraan diarahkan untuk mewujudkan insan Indonesia yang cerdas komprehensif dan kompetitif bagi semua peserta didik pendidikan kesetaraan yang selama ini cenderung termajinalkan. Semua pihak perlu memperoleh kesempatan untuk dapat mengembangkan kecerdasan spiritual, emosional, social, intelektual dan kinestetik.
Strategi pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan yang lebih induktif, konstruktif, serta belajar mandiri melalui penekanan pada pengenalan permasalahan lingkungan serta pencarian solusi dengan pendekatan antar-keilmuan yang tidak tersekat-sekat sehingga lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan :
1. Kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia.
2. Kelompok mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Kepribadian
3. Kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
4. Kelompok mata pelajaran Estetika
5. Kelompok mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan meliputi 10 mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Sepuluh mata pelajaran itu meliputi:
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan
3. Bahasa
4. Matematika
5. Ilmu Pengetahuan Alam
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
7. Seni dan Budaya
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
9. Keterampilan / Kejuruan
10. Muatan Lokal
Kurikulum kesetaraan mengembangkan kecakapan hidup yang terdiri atas : kecakapan pribadi, kecakapan intelektual, kecakapan sosial dan kecakapan vokasional.
Bahkan Materi kecakapan hidup tersebut terintegrasi dalam jadwal dan jam belajar pendidikan kesetaraan, sesuai dengan target yang dicanangkan untuk masing-masing tingkatan pendidikan kesetaraan.
Jam belajar pendidikan kesetaraan meliputi :
PAKET A setara SD/MI kelas Awal
PAKET A setara SD/MI Kelas Akhir
PAKET B setara SMP/MTs
PAKET C setara SMA/MA
- 595 jam/tahun atau
- 680 jam/tahun atau
- 816 jam/tahun atau
- 969 jam/tahun atau
- 180 hari/tahun atau
- 180 hari/tahun atau
- 180 hari/tahun atau
- 180 hari/tahun atau
- 3,3 jam/hari atau
-3,8 jam/hari atau
- 4,5 jam/hari atau
- 5,4 jam/hari atau
- 34 minggu/tahun
34 minggu/tahun
- 34 minggu/tahun
-34 minggu/tahun
- 30 SKS/semester @ 35 menit
30 SKS/ Semester @ 40 menit
- 34 SKS/Semester @ 40 menit
- 38 SKS/Semester @ 45 menit
Tabel 2.1
Pembagian jam belajar Pendidikan Kesetaraan
Catatan :
1. Substansi kerumahtanggaan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran terkait.
2. untuk Paket B dan Paket C diberikan mata pelajaran keterampilan kerja sebanyak 4 SKS yang memuat etika bekerja, ekonomi lokal, dan keterampilan bermatapencaharian.
3. Mata Pelajaran Keterampilan kerja diberikan pada tahun terakhir semester awal.
Sasaran peserta didik pendidikan kesetaraan adalah masyarakat yang karena berbagai hal tidak dapat mengikuti pendidikan formal mlsalnya mereka yang :
1. Mempunyai kesulitan sosial ekonomi seperti, petani, nelayan, anak jalanan dan sejenisnya.
2. Berada di pondok pesantren yang belum menyelenggarakan pendidikan.
3. Etnik Minoritas, terisolasi karena alasan geografis.
4. Kelompok masyarakat yang membentuk komunitas belajar sendiri dengan flexy learning.
5. Kelompok. Masyarakat yang menentukan pendidikan kesetaraan atas pilihan sendiri.
Selanjutnya yang dapat menyelenggarakan pendidikan kesetaraan adalah :
  1. Sanggar kegiatan belajar (SKB)
  2. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
  3. Lembaga Kursus
  4. Komunitas Belajar
  5. Pondok Pesantren
  6. Takmin Masjid/ Mushola dan Pusat Majelis Ta’lim
  7. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
  8. Yayasan Badan Hukum atau Badan Usaha
  9. Organisasi Kemasyarakatan
  10. Organisasi Sosial Masyarakat
  11. Organisasi Keagamaan
  12. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Diklat Perikanan
  13. UPT Diklat Pertanian
  14. UPT Diklat Transmigrasi
Penyelenggara tersebut harus mempunyai struktur organisasi yang sekurang kurangnya terdiri dari:
1) Ketua Penyelenggara
2) Tenaga Pendidik : a). Tutor Mara Pelajaran, b). Nara Sumber Teknis (untuk pelajaran berorientasi vokasional) atau c). Tutor kecakapan hidup (sementara. Berlaku di 6 daerah uji coba)
Guna mendukung proses belajar mengajar dalam program Pendidikan Kesetaraan tersebut maka diperlukan adanya sarana dan prasarana penunjang, seperti :
  1. Tempat Belajar
Proses belajar mengajar dapat dilaksanakan di berbagai lokasi dan tempat yang sudah ada baik milik pemerintah, masyarakat maupun pribadi, seperti gedung sekolah, madrasah, sarana sarana yang dimiliki pondok pesantren, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), masjid, pusat pusat majelis taklim, balai desa, kantor organisasi organisasi kemasyarakatan, rumah penduduk dan tempat tempat lainnya yang layak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar
  1. Administrasi
Untuk menunjang kelancaran pengelolaan kelompok belajar diperlukan sarana administrasi sebagai berikut :
a. Papan nama kelompok belajar.
b. Papan Struktur orgainisasi penyelenggara.
c. Kelengkapan administrasi penyelenggaraan dan pembelajaran, yang meliputi:
i .Buku induk peserta didik dan tenaga pendidik.
ii. Buku daftar hadir peserta didik dan tenaga pendidik
iii. Buku keuangan/kas umum.
iv. Buku daftar inveritaris.
v. Buku agenda pembelajaran.
vi. Buku laporan bulanan tenaga pendidik.
vii. Buku agenda surat masuk dan keluar.
Buku tanda terima ijazah.
Buku daftar nilai peserta didik.
Dalam menjamin penyelenggaraan pendidikan kesetaraan berlangsung dengan baik, maka dilakukan pembinaan dan pengawasan:
a. Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah melaksanakan pembinaan terhadap penyelenggaraan pendidikan kesetaraan program Paket A, Paket B, dan Paket C melalui standar, norma, prosedur dan acuan teknis pengelolaan kelompok belajar.
b. Kasubdin Propinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi PLS membina pelaksanaan penyelenggaraan, kegiatan belajar, evaluasi dan kegiatan lain yang berkaitan.
c. Penilik Dikmas/TLD (Tenaga Lapangan Dikmas) di Kecamatan memantau pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pembelajaran secara rutin.
Sistem penilaian pendidikan kesetaraan dilakukan dengan:
a. Penilaian mandiri dengan mengerjakan berbagai latihan yang terintegrasi dalam setiap modul.
b. Penilaian formatif oleh tutor nelalui pengamatan, diskusi, penugasan, ulangan, proyek, dan portofolio, dalam. Proses tutorial.
c. Penilaian semester.
d. Ujian Nasional oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional.
Ujian nasional untuk program Paket A, Paket B, dan Paket C dan dimaksudkan untuk menyetarakan lulusan peserta didik dari pendidikan nonformal dengan pendidikan formal/sekolah. Hal ini sesuai dengan Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dail Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Lulusan Ujian nasional program pendidikan kesetaraan memperoleh pengakuan, lulusan Paket A setara dengan lulusan SD/Ml, lulusan Paket B setara dengan lulusan SMP/MTs, dan lulusan Paket C setara dengan Lulusan SMA/MA. Ujian Nasional diselenggarakan selama 2 kali setiap tahun yaitu periode pertama pada bulan April dan Mei, kemudian periode kedua pada bulan Oktober.
Peserta Ujian nasional adalah warga belajar pada program Paket A, Paket B, dan Paket C dengan persyaratan adiministratif sebagai berikut:
a. Terdaftar sebagai peserta didik dan tercatat dalam Buku Induk, pada satuan pendidikan nonformal penyelenggara Program Paket A, Paket B, atau Paket C
b. Memiliki STTB atau Ijazah atau Surat Keterangan Yang Berpenghargaan
Sama (SKYBS) dengan STTB/Ijazah dari satuan pendidikan yang setingkat
lebih rendah;
c. Duduk di kelas/tingkat terakhir (Kelas VI Untuk Paket A, Kelas III untuk Paket
B dan Paket C).
d. Telah menyelesaikan seluruh materi pembelajaran dan memiliki laporan hasil
penilaian/rapor;
d. Telah berumur sekurang kurangnya 12 tahun untuk Paket A, 15 tahun untuk Paket B, dan 18 tahun Paket C.
e.
Mata pelajaran yang diujikan sebagai berikut:
a. Paket A, meliputi mata pelajaran PPKn, Matematika, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA
b. Paket B, meliputi mata pelajaran PPKn, Matematika, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan IPA.
c. Paket C IPS, meliputi mata pelajaran PPKn, Bahasa Inggris, Sosiologi, Tatanegara, Bahasa dan Sastra Indonesia, dan Ekonomi
d. Paket C IPA, meliputi mata pelajaran PPKn, Bahasa Inggris, Biologi, Kimia, Bahasa dan Sastra Indonesia, Fisika dan Matematika.
e. Paket C Bahasa, meliputi mata pelajaran PPKn, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Sejarah Budaya, Sastra Indonesia, dan Bahasa Asing pilihan
E. Pendidikan Kesetaraan Dan Pesan UUD 1945
Pendidikan nasional memainkan peranan yang sangat penting, khususnya bagi pembangunan kehidupan intelektual nasional. Amandemen Undang Undang Dasar 1945 dengan tegas mengamanatkan pentingnya pendidikan nasional. Pada Pasal 31 Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga . negara berhak mendapatkan pendidikan. Sedangkan pada Pasal 31 Ayat (2) berbunyi bahwa setiap warga negara. Wajib mengikuti pen didikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Aman demen ini hasil dari pengakuan bahwa pendidikan adalah institusi sosial utama yang harus didukung oleh institusi so sial lainnya termasuk hukum, sosial budaya, ekonomi, dan politik sebagai suatu kesadaran kolektif. Pendidikan sepa tutnya juga responsif terhadap ketidakseimbangan struktur populasi penduduk, kesenjangan sosio ekonomi., kesen jangan teknologi, penyesuaian sendiri terhadap nilai nilai baru dalam era globalisasi; dan ini sepatutnya diarahkan ke pada pembangunan karakter nasional.
Pentingnya pendidikan tersebut, lebih lanjut diuraikan dalam UndangUndang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 5 yang berbunyi:
1) Setiap warga negara. Mempunyai hak yang sama untuk memeproleh pendidikan yang bermutu
2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus
3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
4) Warga negara yang memiliki potetisi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus..
5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Untuk mewujudkan amanah tersebut maka diperlukan sinergi antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Peran masyarakat dalam pendidikan nasional, kerutama keterlibatan di dalam perencanaan hingga evaluasi masih dipandang sebagai sebuah kotak keterlibatan pasif. Iniasiatif aktif masyarakat masih dipandang sebagai hal yang tidak dianggap penting.
Secara jelas di dalam Pasal 8 UU No. 20/2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Peran serta masyarakat saat ini hanyalah dalam bentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dimana proses pemben tukan komite sekolah pun belum keseluruhannya dilaku kan dengan proses yang terbuka dan partisipatif.
Kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar pun hingga, saat ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masih terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh pendidikan. Selain itu, layanan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu pun masih hanya di dalam angan. Lebih jauh, anggaran untuk pendidikan (di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan) di dalam APBN maupun APBD hingga saat ini masih di bawah 20% sebagaimana amanat Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 49 UU No. 20/2003, bahkan hingga saat ini hanya berkisar diantara 2 5%.
Akibatnya adalah di berbagai daerah, pendidikan masih berada dalam kondisi memprihatinkan. Mulai dari kekurangan tenaga pengajar, minimnya fasilitas pendidikan hingga sukarnya masyarakat untuk mengikuti pendidikan karena permasalahan ekonomi dan kebutuhan hidup. Pada beberapa wilayah, anak anak yang memiliki keinginan untuk bersekolah harus membantu keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup karena semakin sukarnya akses masyarakat terhadap sumber kehidupan mereka.
Bila berbicara pada kualitas pendidikan Indonesia yang hanya cenderung mengekang kreativitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini sangat membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak menjadi cerdas. Pengekangan kreativitas ini disebabkan pula karena kentalnya paradigma yang mengarahkan masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industri.
Sistem pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung mengeksploitasi kemampuan akademik. Indikator yang dipergunakan pun cenderung menggunakan indikator kepintaran, sehingga nilai rapor maupun ijazah tidak serta merta menunjukkan kompetensi peserta didik untuk bersaing atau bertahan dalam era industrialisasi dan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy).
Fakta lain adalah berkembangnya pendidikan menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual beli gelar. Jual-beli ijazah hingga jual beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi.( Adi Gumilar, 2006:7)
F. Pendidikan Kesetaraan Dan Wajib Belajar
Pendidikan nasional di Indonesia masih menghadapi tiga tantangan besar yang kompleks. Tantangan pertama, sebaga’ akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga.
Dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Selain itu, pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol, yaitu: (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademis.
Undang Undang Dasar 1945 (Amandemen Bab XIII Pasal 31) dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara tegas mengamanahkan pentingnya pendidikan nasional bagi seluruh warga negara Indonesia. Untuk itu, maka permasalahan tersebut perlu diatasi dengan segera guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sistem penyelenggaraan pendidikan nasional dapat ditempuh melalui tiga jalur yaitu: formal, nonformal dan informal.
Pendidikan jalur formal sudah banyak dipahami oleh masyarakat, dimana sistem penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara formal seperti yang banyak terlihat di sekitar kita. Namun pendidikan nonformal dan infor mal atau lebih dikenal dengan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan jalur pendidikan yang masih banyak belum mendapat pemahaman dan perhatian yang profesional dari pemerintah maupun masyarakat dalam sistem pembangunan nasional. Minimnya pemahaman, baik yang berkenaan dengan peraturan perundangan maupun dukungan anggaran menyebab kan pemerataan pelayanan PLS bagi masyarakat di berbagai lapisan dan diberbagai daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal.
Pentingnya pendidikan nonformal, maka dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 menyebutkan bahwa:
1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau. Pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5) kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pemerintah telah membentuk Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional dengan tugas utama untuk melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang pendidikan kesetaraan.
Peran pendidikan kesetaraan sangat strategis dalam rangka memberikan bekal pengetahuan dan program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Mengingat, warga belajar yang dilayani adalah masyarakat yang putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, TKI di luar negeri, calon TKI, masyarakat di daerah daerah khusus, seperti daerah perbatasan, daerah bencana, dan daerah yang terisolir dengan fasilitas pendidikan belum ada, dan sebagainya, maka pendidikan kesetaraan akan sangat membantu dalam memperoleh pendidikan.
Warga belajar yang sangat spesifik demikian, maka kurikulum yang diajarkan juga berbeda dengan pendidikan formal. Misal, program Paket B (setara SMP/MTs), pembagian bobot muatan substansi kajian pengetahuan adalah 60%, dan muatan keterampilan hidup adalah 40%. Selain itu, layanan pendidikan kesetaraan, baik bagi masyarakat pedesaan maupun masyarakat miskin di perkotaan tetap mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain: (1) perencanaan integratif, (2) memahami budaya setempat, (3) penguasaan bahasa, (4) akses kepada pendidikan dasar yang mengacu kepada keterampilan hidup yang sesuai dengan potensi lokal, budaya, dan sumberdaya.
Peran strategis pendidikan kesetaraan Paket B terhadap program wajib belajar secara nasional mencapai sekitar 3%. Sedangkan jumlah lulusan warga belajar yang mengikuti program Paket A, Paket B, dan Paket C terus meningkat. Secara nasional, program Paket C antara tahun 2004-2005 terjadi kenaikan jumlah lulusan sebesar 76,43%. Warga didik yang mengikuti program Paket A sekitar 59.109 orang pada tahun 2004, sedangkan tahun 2005 meningkat hampir dua kali lipat yaitu 104.284 orang. Demikian pula halnya dengan program Paket B dan Paket C, terjadi kenaikan lulusan sebesar 15,93% dan 56,36 % .
  • Kemana pendidikan itu diarahkan?

2.8 Peran Pendidik dalam Dunia Pendidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut ayat 6 Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Proses belajar/mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana kita mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung (Lozanov, 1978). Dalam hal ini pengaruh dari peran seorang pendidik sangat besar sekali. Di mana keyakinan seorang pendidik atau pengajar akan potensi manusia dan kemampuan semua peserta didik untuk belajar dan berprestasi merupakan suatu hal yang penting diperhatikan. Aspek-aspek teladan mental pendidik atau pengajar berdampak besar terhadap iklim belajar dan pemikiran peserta didik yang diciptakan pengajar. Pengajar harus mampu memahami bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan terlihat dan berpengaruh kuat pada proses belajarnya. (Bobbi DePorter : 2001)
Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik bersama-sama dengan anak didik; juga berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping orde normatif guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu sendiri. Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar, tidak boleh dilakukan dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benar harus dilandasi rasa tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan.
Barang siapa tidak memperhatikan unsur tanggung jawab moril serta pertimbangan rasional, dan perbuatan mendidiknya dilakukan tanpa refleksi yang arif, berlangsung serampangan asal berbuat saja, dan tidak disadari benar, maka pendidik yang melakukan perbuatan sedemikian adalah orang lalai, tipis moralnya, dan bisa berbahaya secara sosial. Karena itu konsepsi pendidikan yang ditentukan oleh akal budi manusia itu sifatnya juga harus etis. Tanpa pertanggungjawaban etis ini perbuatan tersebut akan membuahkan kesewenang-wenangan terhadap anak-didiknya. Peran seorang pengajar atau pendidik selain mentransformasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada anak didik juga bertugas melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 20 Pasal 39 ayat 2.
Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik Di mana selain peran yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh pendidik yaitu pendidik harus mengetahui psikologis mengenai peserta didik. Dalam proses pendidikan persoalan psikologis yang relevan pada hakikatnya inti persoalan psikologis terletak pada peserta didik, sebab pendidikan adalah perlakuan pendidik terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut harus selaras mungkin dengan keadaan peserta didik. (Sumardi Suryabrata : 2004)


2.9 Peran Pendidik dalam Proses Belajar-Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.
Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.
Namun harus diakui bahwa sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di Indonesia 2,0% atau sekitar tiga setengah juta lahir manusia baru dalam satu tahun) dan kemajuan teknologi di lain pihak, di berbagai negara maju bahkan juga di Indonesia, usaha ke arah peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek kuantitas berpaling kepada ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui televisi, sistem belajar jarak jauh melalui sistem modul, mesin mengajar/ komputer, atau bahkan pembelajaran yang menggunak system E-learning (electronic learning) yaitu pembelajaran baik secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain (Lende, 2004). Akan tetapi, e-learning pembelajaran yang lebih dominan menggunakan internet (berbasis web).
Sungguhpun demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran modul, peranan guru sebagai pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam pengajaran melalui radio, guru masih diperlukan terutama dalam menyusun dan mengembangkan disain pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui televisi.
Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, hanya peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem ter sebut. Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangatlah signifikan dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
1)      Demonstrator
2)      Manajer/pengelola kelas
3)      Mediator/fasilitator
4)      Evaluator

2.9.1) Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya ialah agar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.

2.9.2) Guru Sebagai Pengelola Kelas
Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar. Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan belajar karena masing-masing memiliki peran yang memberikan pengaruh satu dengan yang lainnya. Keberhasilan/kesuksesan  guru mengajar ditentukan oleh aktivitas siswa dalam belajar, demikian juga keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan pula oleh peran guru dalam mengajar. Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan (Ad. Rooijakkers, 1990:1). William Burton mengemukakan bahwa mengajar diartikan upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Dalam hal ini peranan guru sangat penting dalam mengelola kelas agar terjadi PBM bias berjalan dengan baik.
Mengajar adalah aktivitas/kegiatan yang dilakukan guru dalam kelas atau lingkungan sekolah. Dal`m proses mengajar, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai oleh guru yaitu agar siswa memahami, mengerti, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang  mereka dapatkan. Tujuan mengajar juga diartikan sebagai cara untuk mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku seorang siswa (Muchtar & Samsu, 2001:39).
Dalam hal ini tentu saja guru berharap siswa mau belajar, baik dalam jam pelajaran tersebut atau sesudah materi dari guru ia terima. Menurut Sagala (2003:12), belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik jika guru dan siswa sama-sama mengerti bahan apa yang akan dipelajari sehingga terjadi suatu interaksi yang aktif dalam PBM di kelas dan hal ini menjadi kunci kesuksesan dalam mengajar. Dengan demikian proses pembelajaran terjadi  dalam diri siswa. Pembelajaran merupakan suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut  merespon situasi tertentu yang ia hadapi (Corey, 1986:195)
Siswa sebagai subjek belajar, mempunyai pandangan/harapan dalam dirinya untuk seorang guru yang mereka anggap sukses mengajar di kelas. Apa sajakah pandangan para siswa tersebut? Menurut Etiwati seorang Guru SMK PENABUR yang penulis kutip dari situs SMK 4 PENABUR dia menyebutkan bahwa para siswa menilai guru yang sukses mengajar itu adalah guru yang:
  • tidak membuat siswa bosan dan takut
  • mempunyai selera humor
  • tidak mudah marah
  • mau diajak berdialog dengan siswa
  • menghargai pendapat siswa dan tidak mudah menyalahkan
  • menghargai keberadaan siswa
  • tidak pilih kasih terhadap  siswa
  • menguasai & menjelaskan materi dengan baik dan dimengerti oleh siswa serta mau memaparkan kembali ketika ada siswa belum jelas/belum paham.
Ternyata beragam pendapat siswa tersebut tidak ada satupun yang menganggap kesuksesan seorang guru jika seluruh kelas tuntas saat uji ompetensi/ulangan. Jika demikian, apakah ketuntasan dalam  ujian menjadi tidak perlu? Para siswa menjawab bahwa ketuntasan dalam ujian merupakan bagian tanggung jawab siswa dalam belajar karena hal tersebut berhubungan dengan keberhasilan individu. Namun, sebagai guru, kita pun tentu tidak akan melepaskan tanggung jawab atas hasil belajar siswa.
Selain siswa, penulis pun dapat sedikitnya menggambarkan pendapat para guru tentang topik tersebut.  Bapak & ibu guru berpendapat bahwa mengajar dengan sukses itu:
  • jika siswa dapat menerima materi/bahan ajar  dan hasilnya sesuai target yang diharapkan,
  • jika siswa antusias menyimak dan memberikan pertanyaan mendalam tentang materi yang mereka terima serta mengaplikasikannya,
  • jika program tercapai tepat waktu, materi dapat diterima siswa, dan terjadi perubahan dalam diri siswa
  • jika mampu membuat siswa mengerti apa yang diajarkan oleh guru serta ada perubahan dalam diri siswa, dan mereka me rasa nyaman dalam PBM,
  • jika dapat menyampaikan materi dengan cara/metode yang baik dan menarik, siswa memahami serta merespon dengan positif, aktif, dan hasil evaluasinya baik,
  • jika suasana kelas kondusif untuk belajar,
  • jika ada interaksi dalam PBM secara aktif, perubahan terjadi pada semua aspek.
Dari berbagai pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa mengajar dengan sukses adalah jika guru dapat memberikan materi kepada siswa dengan media dan metode yang menarik, menciptakan situasi belajar yang  kondusif dalam kelas sehingga tercipta interaksi belajar aktif. Dengan begitu akan terjadi proses perubahan dalam diri siswa bukan hanya pada hasil belajar tetapi juga pada perilaku dan sikap siswa.
Jadi, mengajar dengan sukses itu tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan yang bersifat kognitif saja, tetapi di dalamnya harus ada perubahan berpikir, sikap, dan kemauan  supaya siswa mau terus belajar. Timbulnya semangat belajar dalam diri siswa untuk  mencari sumber-sumber belajar lain merupakan salah satu indikasi bahwa guru sukses mengajar siswanya. Dengan demikian kesuksesan dalam mengajar adalah seberapa dalam siswa termotivasi untuk mau terus belajar sehingga mereka akan menjadi manusia-manusia pembelajar. Caranya? Sebagai guru mari kita mau membuka diri dan melihat secara jernih apa yang menjadi harapan siswa dalam diri kita

2.9.3) Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian jelaslah bahwa media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar
yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses
belajar-mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah ataupun surat
kabar.

2.9.4) Guru sebagai evaluator
Dalam dunia pendidikan, setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan akan diadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan tadi orang selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik. Penilaian perlu dilakukan, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.

  • Siapa yang bertanggung jawab atas pendidikan?


2.10 Orang Tua atau Guru
Siapa yang lebih bertanggung jawab atas pendidikan anak, gurukah atau orang tua? Jawabannya tentu saja tergantung pada titik pandang setiap orang yang mencoba untuk menjawabnya.
Pada umumnya tanggung jawab mendidik anak diawali oleh kepedulian dan rasa tanggung jawab orang tua.
Perhatikanlah bagaimana sibuknya sepasang orang tua yang baru punya bayi dan anak Balita dalam mencukupi kebutuhan dan mendidik buah hatinya.
Mereka tampak begitu gembira dan menuturkan kepada siapa saja yang mau mendengar tentang perkembangan dan kemajuan yang telah diraih buah hatinya itu.
Begitu anak dikirim ke Taman Kanak-kanak untuk belajar bersosial maka sebagian orang tua cenderung menyerahkan urusan mendidik anak pada sang guru. Namun sebagian masih tetap memantau, mendorong dan mengikuti perkembangan mereka sampai pendidikan Sekolah Dasar selesai.
Dalam pengalaman ditemukan bahwa banyak orang tua yang jarang mengayomi anak belajar seperti saat mereka masih kanak-kanak, begitu mereka duduk di bangku SMP dan tingkat SMA.
Sering kita dengan keluhan orang tua tentang prestasi anak mereka anjlok yang setelah berada di SMP. Atau mereka kaget dengan watak anak yang dulu begitu terpuji tetapi jadi memusingkan saat duduk di bangku SLTA.
Kalau ini terjadi tentu ada pihak tertentu yang dapat untuk disalahkan. Setiap murid atau anak didik memiliki tiga aspek kehidupan, yaitu kognitif (otak), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).
Ada kecenderungan masyarakat untuk melemparkan kesalahan pada guru “gagal dalam mengajar” bila prestasi kognitif dan psikomotorik anak di sekolah dinilai rendah, dan melemparkan kesalahan kepada orang tua atau lingkungan bila menjumpai anak tidak punya sikap dan akhlak yang baik.
Pada umumnya, bila anak mulai memasuki jenjang pendidikan formal maka orang tua menyerahkan urusan pendidikan anak kepada guru-guru di sekolah. Kepedulian nyata orang tua yang sering tampak adalah dalam bentuk pemenuhan kebutuhan anak yaitu dalam bentuk sandang, pangan dan papan.
Selanjutnya mereka menghabiskan waktu untuk mencari nafkah dan untuk menekuni hobi dan hampir tidak punya waktu untuk menemani dan mengikuti perkembangan anak dalam belajar.
Banyak orang tua yang memiliki waktu lowong namun jarang yang memanfaatkannya untuk mendidik anak.
Penyebabnya adalah mereka sendiri tidak memiliki konsep bagaimana cara mendidik keluarga. Konsep mendidik anak bagi keluarga awam adalah menyerahkan anak ke mesjid (atau institusi-institusi agama) dan ke sekolah, kemudian menghujani mereka dengan nasehat-nasehat, anjuran dan perintah atau kemudian memarahi anak kalau melanggar. Sebuah konsep pendidikan yang terlihat terlalu sederhana bukan? Dan ternyata hasilnya juga mengecewakan.
Dari pengalaman bahwa umumnya hampir setiap anak (terutama remaja) tidak terlalu memerlukan nasehat, apalagi nasehat yang diberikan secara bertubi-tubi dan nada mendikte.
Anak akan mencap orang tua yang begini sebagai orang tua yang sangat cerewet. Sebenarnya yang diperlukan anak dari orang tua adalah contoh teladan (contoh langsung) serta penyediaan sarana belajar dan kasih sayang.
Sedangkan memberikan nasehat apalagi nasehat dengan nada yang penuh emosi akan membuat anak menutup pintu hatinya dan bahkan juga menjauhi orang tuanya.
Demikian pula di sekolah, anak didik cenderung untuk membuat jarak dengan guru-guru yang pemarah.
Selama anak berada dalam usia belajar di sekolah formal, masyarakat (orang tua) cenderung menempatkan beban pendidikan ke atas pundak guru.
Di sekolah, anak diperkenalkan dengan sejuta aturan, mulai dari bagaimana hidup yang disiplin sampai kepada bagaimana mencapai keberhasilan hidup kelak. Di sekolah anak diajar untuk mengembangkan potensi diri, diajarkan sejumlah konsep dasar tentang kehidupan dan dibekali dengan tugas rumah (PR) sebelum pulang.
Namun di rumah, kecuali bagi segelintir keluarga, anak dibiarkan hidup tanpa aturan, tidak diajar mandiri, terlalu didikte, dan terlalu banyak dibantu sehingga konsep belajar di sekolah akan menjadi kontradiksi dengan konsep belajar di rumah dengan porsi belajar yang terlalu sedikit dibandingkan dengan porsi hiburan dan bersantai. Kita tahu bahwa kualitas pendidikan anak didik di sekolah yang pada umumnya cenderung turun atau selalu jalan di tempat. Walau banyak sekolah yang mengklaim bahwa telah terjadi peningkatan kualitas anak didik di sekolahnya. Secara umum itu hanyalah sebatas angka-angka hasil rekayasa dan manipulasi data.
Untuk fakta yang jelas, silahkan terjun ke lapangan untuk mengobservasi kualitas murid-murid pada setiap sekolah. Maka mayoritas terlihat murid yang minat belajarnya begitu rendah dalam suasana belajar penampilan mereka terlihat lesu dan santai ibarat orang kurang darah.
Melihat kondisi anak didik yang lesu karena fikiran mereka kurang terkondisi sejak dari rumah maka ini akan membuat guru kehilangan strategi dalam mdmotivasi mereka. Umumnya metode yang disodorkan guru agar anak didik bergiat adalah dengan cara marah-marah dan menakut-nakuti atas ketidakacuhan mereka selama belajar maka hasilnya adalah nihil.
Sebenarnya bila anak telah memasuki jenjang pendidikan formal, mulai dari tingkat SD sampai ke tingkat SLTA, maka tanggung jawab mendidik menjadi tanggung jawab bersama antar guru dan orang tua.
Keberadaan orang tua dan guru dalam urusan mendidik adalah ibarat dua sisi mata uang. Hasil pendidikan tidak akan pernah sempurna kalau diserahkan saja kepada guru atau kepada orang tua yang notabenenya bukan sebagai pendidik.
Selama ini terlihat kecenderungan bahwa sekolah sendirianlah yang memikul beban pendidikan. Sejumlah pelatihan, penataran, seminar, lokakarya dan program penyegaran lain telah diberikan pada guru-guru dengan harapan agar pendidikan lebih berkualitas. Selama mengikuti kegiatan ini, guru memperoleh pembekalan tentang bagaimana pendidikan dan pengajaran yang ideal.
Dengan harapan agar pasca pelatihan mereka akan mampu membuat berbagai terobosan dan inovasi baru. Namun dalam kenyataan hasilnya tetap belum menggembirakan, malah cenderung tampak bahwa pasca pelatihan guru selalu menerapkan teknik dan metode mengajar seperti semula.
Kini terlihat bahwa untuk mendongkrak mutu pendidikan bangsa, sekolah bergerak sendirian tanpa melibatkan orang tua secara tegas dan memberikan isyarat tentang apa dan bagaimana seharusnya orang tua terhadap anak di rumah. Padahal untuk ini pemerintah telah menghabiskan dana jutaan dolar dan guru menghabiskan waktu serta tenaga untuk mengikuti berbagai pelatihan dan penataran hanya demi perubahan kecil saja dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Sekarang kita patut bertanya bahwa adakah ahli pendidikan yang memikirkan untuk memberikan pelatihan terhadap orang tua murid seperti memberi pelatihan kepada guru-guru atau adakah pihak sekolah secara kontinyu melowongkan waktu untuk berbagi pengalaman hati ke hati secara rileks tentang pendidikan dalam bentuk komunikasi dua arah dan tanpa menggurui orang tua?
Kepedulian orang tua dalam mendidik anak yang belajar di Sekolah Dasar apalagi pada tingkat SMP dan SLTA, seperti kepedulian mereka mendidik anak saat masih di Taman Kanak-kanak, mencukupi kebutuhan makanan, hiburan, mengembangkan sosial dan emosional, sampai dengan penyediaan sarana hiburan dan pendidikan adalah mutlak diperlukan. Dalam kenyataannya kepedulian orang tua nyaris berkurang. Pada hal saat anak menginjak remaja dan mengalami krisis jati diri mereka sangat memerlukan orang tua sebagai teman pendamping untuk berbagi pengalaman dan kegelisahan.
Memang tidak mudah untuk mengikuti perkembangan dan pendidikan anak sampai tingkat remaja. Namun kalau orang tua selalu mau belajar dan menjadikan belajar sebagai kebutuhan dalam hidup maka tidak akan ada hal-hal yang terlalu sulit untuk diatasi. Dalam zaman informasi ini yang mana pengetahuan serba mudah untuk diperoleh, maka setiap orang akan dapat mencari solusi dari buku, bacaan lain, dan dari internet serta paling kurang dari teman dalam bentuk saling berbagi pengalaman.
Kita perlu mengritik orang tua yang terlalu menomorsatukan karir dan pekerjaan tetapi sangat mengabaikan pendidikan anak sendiri. Dalam hidup ini cukup banyak kita temui orang-orang yang mantap dalam pekerjaan dan sangat trampil dalam mendidik dan membina orang lain tetapi gagal dalam membina anak-anak sendiri, apalagi kalau sampai drop-out dari sekolah. Kita pantas mengacungkan jempol kepada sang ayah dan ibu walau hanya pendidikan formal biasa-biasa saja tetapi punya wawasan dan konsep dalam mendidik keluarga, telah mampu berpartisipasi dalam menyukseskan pendidikan anak-anak di sekolah.
Dalam mendidik keluarga dan ikut menyukseskan pendidikan anak di sekolah, setiap orang tua perlu mengorbankan waktu, tenaga dan uangnya. Meluangkan waktu untuk membuat kebersamaan dengan anak adalah sangat penting. Adalah sangat tidak berguna meluangkan waktu sampai berjam-jam tetapi kebersamaan dengan anak penuh dengan pengalaman kemarahan dan beda pendapat. Anak memerlukan kebersamaan yang menyenangkan dan bermutu dan teratur tiap hari. Untuk itu setiap orang tua perlu untuk menata waktu dan keluarga kembali sebelum hal-hal yang tak diingini terjadi. Semoga menjadi renungan bagi setiap orang tua.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
1)      Peran guru sebagai demonstrator dalam PBM guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
2)      Dalam kapasitasnya sebagai penglola kelas, seorang guru dituntut untuk bisa menjadikan suasana kelas menjadi kondusif sehingga proses belajar mengajara atau penyampaian pengetahuan dari guru ke murid atau proses pertukaran ilmu dan pengetahuan diantara siswa yang satu dengan yang lainnya bisa berjalan dengan baik.
3)      Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar.
4)      Setiap kegiatan belajar mengajar hendaknya guru senantiasa melakukan evaluasi atau penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.

3.2 Saran
Untuk tercapainya tujuan pokok pendidikan hendaklah peran pendidik tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan juga berorientasi pada bagaimana seorang anak didik bisa belajar dari lingkungan dari pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan luasnya hamparan alam, sehingga dengan pementapan adanya tugas dan peran guru dalam dunia pendidikan khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar diharapkan guru dapat mengetahui tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan diharapkan terjalinnya hubungan yang harmonis dengan para peserta didiknya sehingga harapan tercapainya tujuan pendidikan bisa dengan mudah terwujudkan.


DAFTAR PUSTAKA


Anggoro, Mohammad Toha. 2001. “Tutorial Elektronik melalui Internet dan Fax Internet” dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 2, No. 1,
Kartono, Kartini. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Anem Kosong Anem
Makmun, Syamsudin Abin. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Prof. DR. Nana Sudjana, 2004, Proses Belajar Mengajar, Bandung: CV Algesindo
Sidi, Djati Indra. 2003. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta : Paramadina
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Tirtarahardja, Umar. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Th. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Cemerlang
Maret 2001. Tangerang: Universitas Terbuka.
Sutrisno. (2007). E-learning di Sekolah dan (sumber dari Internet: 17 Agustus 2007).
Etiwati (Guru SMAK 4 PENABUR), Mengajar dengan Sukses, http://tpj.bpkpenabur.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=154&Itemid=27